Selasa, 15 Januari 2013

Perlintasan KA sebidang, kalau kecelakaan siapa yang salah??


Perlintasan sebidang adalah perpotongan sebidang antara jalur KA dengan jalan raya. Isu yang menonjol pada perlintasan sebidang adalah tingginya angka kecelakaan lalu lintas antara kendaraan dengan kereta api, terutama pada perlintasan yang tidak dijaga.
 Perlintasan sebidang dapat dikelompokkan atas:
  1. Perlintasan sebidang dengan palang pintu / dijaga.
  2. Perlintasan sebidang yang tidak dijaga.
Terjadinya kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan dan kereta api terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan peningkatan prasarana lalu lintas dan peningkatan frekuensi kereta api yang melewati perlintasan jalan dengan jalur kereta api.
Kecelakaan lalu lintas antara kereta api dengan kendaraan biasanya disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor kendaraan, faktor pengemudi (human error), faktor perencanaan perlintasan jalan dengan jalur kereta api yang tidak tepat dan juga pengaturan dan penggunaan rambu lalu lintas yang kurang tepat.
Didalam perlintasan sebidang dikenal macam macam tipe alat pengendali lalu lintas, baik itu untuk kereta api maupun untuk kendaraan jalan raya yang akan melewati perlintasan tersebut.
Tujuan dari pembuatan pedoman perlintasan jalan dengan jalur kereta api adalah sebagai dasar dan gambaran bagi institusi yang terkait dalam merencanakan fasilitas jalan pada perlintasan jalan dengan jalur kereta api yang baik dan aman aman untuk dilalui.
Beberapa standardisasi dalam pembangunan perlintasan antara lain:
      1.      Jarak pandang seorang pengemudi pada saat mengemudi harus di rancang sedemikian rupa agar pengemudi dapat melihat suatu halangan yang membahayakan sehingga pengemudi dapat menghindar, atau mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Dalam hal ini adalah kecelakaan pada perlintasaan jalan dengan jalur kereta api.
Ada dua hal yang berkaitan dengan jarak pandang pengemudi kendaraan jalan raya di perlintasan sebidang,, hal hal yang perlu diperhatikan adalah:
     a.       Pengemudi kendaraan dapat mengamati kereta api yang mendekat melalui suatu garis pandang yang menyebabkan kendaraan tersebut dapat melalui perlintasan dengan aman.
    b.      Pengemudi kendaraan dapat mengamati kereta api yang mendekat melalui suatu garis pandang yang menyebabkan kendaraan mempunyai kesempatan untuk berhenti.
Ukuran jarak pandang harus diukur sepanjang garis sumbu jalur kereta api terluar dari titik potong dengan garis sumbu jalan raya ke titik terjauh dari jalur kereta api tersebut, yang dapat dilihat dari titik tertinggi 1 meter diatas permukaan jalan.

   2.      Dengan mengukur panjang kritis pada tanjakan bila posisi perlintasan pada jalan tanjakan. Perlintasan  jalan dengan jalur kereta api yang sebidang hendaknya dibuat sedatar mungkin dilihat dari segi jarak pandang , kenyamanan berkendaraan, jarak pengereman dan percepatan
a.       Permukaan jalan harus satu level dengan kepala rel dengan toleransi 0.5 cm, terdapat permukaan datar sepanjang 60 cm diukur dari sisi terluar jalan rel.
b.      Pada jalan dengan topografi tertentu perlintasan dibuat dengan kelandaian maksimum 2% diukur dari sisi terluar permuakaan datar sepanjang 9.4 meter dari sisi terluar permukaan datar perlintasan.
c.       Kemudian untuk 10 meter berikutnya sebagai gradient peralihan digunakan kalandaian maksimum 10 %
d.      Panjang jalan yang lurus dan datar minimal 150 meter.

    3.      Adanya marka jalan, rambu, papan tambahan, dan berbagai petunjuk tentang keberadaan perlintasan tersebut.

Beberapa Fakta yang perlu diketahui masyarakat  terhadap perlintasan sebidang dan  kecelakaan yang terjadi di perlintasan sebidang antara lain:
1.       kecelakaan yang terjadi di perlintasan  kereta yang sebidang dengan jalan raya bukanlah kecelakaan kereta api. Melainkan kecelakaan lalulintas murni. Berdasarkan PP 72 tahun 2009 pasal  110 ayat (2)
2.      Pintu pengaman pada perlintasan  sebidang dibuat untuk mengamankan perjalanan kereta api, bukan untuk pengamanan bagi kendaraan jalan raya.
3.      berdasarkan PP 72 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan KA pada Pasal 110 ayat (1) disebutkan bahwa pada perpotongan sebidang antara jalur KA dengan jalan yang untuk lalu lintas umum atau lalu lintas khusus, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan KA.
4.      Berdasarkan  UU No.22 tahun 2009 pasal 296. Ada atau tidak ada pintu perlintasan pengendara kendaraan jalan raya wajib mematuhi rambu rambu lalulintas.
5.       Berdasarkan peraturan seperti disebutkan dalam poin 4 maka dapat disimpulkan, penempatan dan penugasan penjaga perlintasan bukan merupakan suatu kewajiban.
6.      Dan bilamana terjadi kecelakaan pada perlintasan sebidang maka penjaga perlintasan tidak dapat dituntut secara hukum meskipun ia tidak menutup palang pintu.
7.       Kemudian pengelola jalur KA dalam hal ini PT.KAI tidak memiliki kewajiban untuk mengamankan keselematan pengguna jalan umum yang melalui perlintasan sebidang.
8.      Pada kasus kecelakaan di perlintasan sebidang prinsip VICTIME CRIME RELATIONSHIP atau pelanggar hukum adalah korban itu sendiri, sehingga penjaga lintasan tidak dapat dituntut secara hukum.
9.      Dan Selama masinis mengoperasikan kereta api sesuai dengan PD dan peraturan perkeretaapian yang berlaku dengan benar, maka masinis tidak dapat dituntut atas terjadinya kecelakaan di perlintasan sebidang.
Jadi semua fakta yang diutarakan adalah memiliki dasar hukum yang dapat dipertanggungjawabkan,, kalau tidak percaya silahkan baca dan pelajari UU tentang perkeretaapian dan UU tentang lalulintas jalan raya.. bias di download di link sebelah,, link nya dephub.. ok.. mari sadar hukum biar ga malu…
thanks to 
Mr. Abadi SH MH
Mr. Hendrianto Notosoegondo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

serta nama dan email anda