Perlintasan
sebidang adalah perpotongan sebidang antara jalur KA dengan jalan
raya. Isu yang menonjol pada perlintasan sebidang adalah tingginya angka kecelakaan lalu lintas
antara kendaraan dengan kereta api, terutama pada perlintasan yang tidak
dijaga.
Perlintasan sebidang dapat dikelompokkan atas:
- Perlintasan sebidang dengan palang pintu / dijaga.
- Perlintasan sebidang yang tidak dijaga.
Terjadinya kecelakaan lalu
lintas yang melibatkan kendaraan dan kereta api terus meningkat dari tahun ke
tahun seiring dengan peningkatan prasarana lalu lintas dan peningkatan
frekuensi kereta api yang melewati perlintasan jalan dengan jalur kereta api.
Kecelakaan lalu lintas
antara kereta api dengan kendaraan biasanya disebabkan oleh beberapa faktor seperti
faktor kendaraan, faktor pengemudi (human
error), faktor perencanaan perlintasan jalan dengan jalur kereta api yang
tidak tepat dan juga pengaturan dan penggunaan rambu lalu lintas yang kurang
tepat.
Didalam perlintasan
sebidang dikenal macam macam tipe alat pengendali lalu lintas, baik itu untuk
kereta api maupun untuk kendaraan jalan raya yang akan melewati perlintasan
tersebut.
Tujuan dari pembuatan
pedoman perlintasan jalan dengan jalur kereta api adalah sebagai dasar dan
gambaran bagi institusi yang terkait dalam merencanakan fasilitas jalan pada
perlintasan jalan dengan jalur kereta api yang baik dan aman aman untuk dilalui.
Beberapa standardisasi
dalam pembangunan perlintasan antara lain:
1.
Jarak pandang seorang pengemudi pada
saat mengemudi harus di rancang sedemikian rupa agar pengemudi dapat melihat
suatu halangan yang membahayakan sehingga pengemudi dapat menghindar, atau
mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Dalam hal ini adalah
kecelakaan pada perlintasaan jalan dengan jalur kereta api.
Ada dua hal yang
berkaitan dengan jarak pandang pengemudi kendaraan jalan raya di perlintasan
sebidang,, hal hal yang perlu diperhatikan adalah:
a.
Pengemudi kendaraan dapat mengamati
kereta api yang mendekat melalui suatu garis pandang yang menyebabkan kendaraan
tersebut dapat melalui perlintasan dengan aman.
b.
Pengemudi kendaraan dapat mengamati
kereta api yang mendekat melalui suatu garis pandang yang menyebabkan kendaraan
mempunyai kesempatan untuk berhenti.
Ukuran jarak pandang
harus diukur sepanjang garis sumbu jalur kereta api terluar dari titik potong
dengan garis sumbu jalan raya ke titik terjauh dari jalur kereta api tersebut,
yang dapat dilihat dari titik tertinggi 1 meter diatas permukaan jalan.
2.
Dengan mengukur panjang kritis pada
tanjakan bila posisi perlintasan pada jalan tanjakan. Perlintasan jalan dengan jalur kereta api yang sebidang hendaknya
dibuat sedatar mungkin dilihat dari segi jarak pandang , kenyamanan
berkendaraan, jarak pengereman dan percepatan
a. Permukaan
jalan harus satu level dengan kepala rel dengan toleransi 0.5 cm, terdapat
permukaan datar sepanjang 60 cm diukur dari sisi terluar jalan rel.
b. Pada
jalan dengan topografi tertentu perlintasan dibuat dengan kelandaian maksimum
2% diukur dari sisi terluar permuakaan datar sepanjang 9.4 meter dari sisi
terluar permukaan datar perlintasan.
c. Kemudian
untuk 10 meter berikutnya sebagai gradient peralihan digunakan kalandaian
maksimum 10 %
d. Panjang
jalan yang lurus dan datar minimal 150 meter.
3.
Adanya marka jalan, rambu, papan
tambahan, dan berbagai petunjuk tentang keberadaan perlintasan tersebut.
Beberapa
Fakta yang perlu diketahui masyarakat
terhadap perlintasan sebidang dan
kecelakaan yang terjadi di perlintasan sebidang antara lain:
1.
kecelakaan yang terjadi di
perlintasan kereta yang sebidang dengan
jalan raya bukanlah kecelakaan kereta api. Melainkan kecelakaan lalulintas
murni. Berdasarkan PP 72 tahun 2009 pasal
110 ayat (2)
2.
Pintu pengaman pada perlintasan sebidang dibuat untuk mengamankan perjalanan
kereta api, bukan untuk pengamanan bagi kendaraan jalan raya.
3.
berdasarkan PP 72 tahun 2009
tentang Lalu Lintas Angkutan KA pada Pasal 110 ayat (1) disebutkan bahwa pada
perpotongan sebidang antara jalur KA dengan jalan yang untuk lalu lintas umum
atau lalu lintas khusus, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan KA.
4.
Berdasarkan UU No.22 tahun 2009 pasal 296. Ada atau tidak
ada pintu perlintasan pengendara kendaraan jalan raya wajib mematuhi rambu
rambu lalulintas.
5.
Berdasarkan peraturan seperti disebutkan
dalam poin 4 maka dapat disimpulkan, penempatan dan penugasan penjaga
perlintasan bukan merupakan suatu kewajiban.
6.
Dan bilamana terjadi kecelakaan pada
perlintasan sebidang maka penjaga perlintasan tidak dapat dituntut secara hukum
meskipun ia tidak menutup palang pintu.
7.
Kemudian pengelola jalur KA dalam hal
ini PT.KAI tidak memiliki kewajiban untuk mengamankan keselematan pengguna
jalan umum yang melalui perlintasan sebidang.
8.
Pada kasus kecelakaan di perlintasan
sebidang prinsip VICTIME CRIME
RELATIONSHIP atau pelanggar hukum adalah korban itu sendiri, sehingga
penjaga lintasan tidak dapat dituntut secara hukum.
9.
Dan Selama masinis mengoperasikan kereta
api sesuai dengan PD dan peraturan perkeretaapian yang berlaku dengan benar,
maka masinis tidak dapat dituntut atas terjadinya kecelakaan di perlintasan
sebidang.
Jadi semua fakta yang
diutarakan adalah memiliki dasar hukum yang dapat dipertanggungjawabkan,, kalau
tidak percaya silahkan baca dan pelajari UU tentang perkeretaapian dan UU
tentang lalulintas jalan raya.. bias di download di link sebelah,, link nya
dephub.. ok.. mari sadar hukum biar ga malu…
thanks to
Mr. Abadi SH MH
Mr. Hendrianto Notosoegondo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
serta nama dan email anda